Selasa, 16 Juni 2015

2ID12- MUHAMMAD YUSUF SAPUTRA - TUGAS KE-6- JUNI- KONVERSI-KONVERSI INTERNASIONAL

Konvensi-Konvensi Internasional

     
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konvensi diartikan sebagai Permufakatan atau kesepakatan (terutama mengenai adat, tradisi) dan Perjanjian antarnegara, para penguasa pemerintahan. Secara umum konvensi merupakan suatu bentuk kebiasaan dan terpelihara dalam praktek serta tidak bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dalam konteks hukum internasional sebuah konvensi dapat berupa perjanjian internasional tertulis yang tunduk pada ketentuan hukum kebiasaan internasional, yurisprudensi atau prinsip hukum umum. Sebuah konvensi internasional dapat diberlakukan di Indonesia, setelah terlebih dahulu melalui proses ratifikasi yang dilakukan oleh DPR. Definisi Konvensi atau pengertian hukum dasar yang tidak tertulis adalah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan Negara meskipun sifatnya tidak tertulis. Konvensi ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : 1. Merupakan kebiasaan yang berulang kali dan terpelihara dalam praktek penyelenggarannya 2. Tidak bertentangan dengan Undang-undang Dasar dan berjalan sejajar 3. Diterima oleh seluruh rakyat 4. Bersifat sebagai pelengkap, sehingga memungkinkan sebagai aturan-aturan dasar yang tidak terdapat dalam Undang-undang Dasar.

Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ
         Konvensi-konvensi internasional merupakan suatu perjanjian internasional antar negara yang dimana telah diatur dan disepakati bersama. Terkadang perjanjian tersebut telah mengalami revisi dan penyempurnaan berulang kali dengan tujuan memenuhi keinginan perlindungan terhadap hasil karya dari si pencipta. Beberapa contoh konvensi-konvensi internasional seperti Berner Convention atau Konvensi Berner, UCC (Universal Copyright Convention) dan beberapa contoh konvensi-konvensi lainnya tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konvensi diartikan sebagai Permufakatan atau kesepakatan (terutama mengenai adat, tradisi) dan Perjanjian antarnegara, para penguasa pemerintahan. Secara umum konvensi merupakan suatu bentuk kebiasaan dan terpelihara dalam praktek serta tidak bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dalam konteks hukum internasional sebuah konvensi dapat berupa perjanjian internasional tertulis yang tunduk pada ketentuan hukum kebiasaan internasional, yurisprudensi atau prinsip hukum umum. Sebuah konvensi internasional dapat diberlakukan di Indonesia, setelah terlebih dahulu melalui proses ratifikasi yang dilakukan oleh DPR. Definisi Konvensi atau pengertian hukum dasar yang tidak tertulis adalah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan Negara meskipun sifatnya tidak tertulis. Konvensi ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : 1. Merupakan kebiasaan yang berulang kali dan terpelihara dalam praktek penyelenggarannya 2. Tidak bertentangan dengan Undang-undang Dasar dan berjalan sejajar 3. Diterima oleh seluruh rakyat 4. Bersifat sebagai pelengkap, sehingga memungkinkan sebagai aturan-aturan dasar yang tidak terdapat dalam Undang-undang Dasar. Perlindungan hak cipta secara domestik saja tidaklah cukup dan kurang membawa arti atau manfaat bagi menumbuhkan kreativitas para pencipta. Karena suatu upaya untuk mendorong kemajuan dibidang karya cipta ini tentu sangat berarti jika perlindungan itu dijamin disetiap saat dan tempat, sehingga kepastian hukum yang diharapkan itu benar-benar diperoleh. Perlindungan hak cipta secara internasional. Perlindungan hak cipta secara internasional terdiri dari 2 konvensi yaitu Berner Convention dan Universal Copyright Convention.

Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konvensi diartikan sebagai Permufakatan atau kesepakatan (terutama mengenai adat, tradisi) dan Perjanjian antarnegara, para penguasa pemerintahan. Secara umum konvensi merupakan suatu bentuk kebiasaan dan terpelihara dalam praktek serta tidak bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dalam konteks hukum internasional sebuah konvensi dapat berupa perjanjian internasional tertulis yang tunduk pada ketentuan hukum kebiasaan internasional, yurisprudensi atau prinsip hukum umum. Sebuah konvensi internasional dapat diberlakukan di Indonesia, setelah terlebih dahulu melalui proses ratifikasi yang dilakukan oleh DPR. Definisi Konvensi atau pengertian hukum dasar yang tidak tertulis adalah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan Negara meskipun sifatnya tidak tertulis. Konvensi ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : 1. Merupakan kebiasaan yang berulang kali dan terpelihara dalam praktek penyelenggarannya 2. Tidak bertentangan dengan Undang-undang Dasar dan berjalan sejajar 3. Diterima oleh seluruh rakyat 4. Bersifat sebagai pelengkap, sehingga memungkinkan sebagai aturan-aturan dasar yang tidak terdapat dalam Undang-undang Dasar. Perlindungan hak cipta secara domestik saja tidaklah cukup dan kurang membawa arti atau manfaat bagi menumbuhkan kreativitas para pencipta. Karena suatu upaya untuk mendorong kemajuan dibidang karya cipta ini tentu sangat berarti jika perlindungan itu dijamin disetiap saat dan tempat, sehingga kepastian hukum yang diharapkan itu benar-benar diperoleh. Perlindungan hak cipta secara internasional. Perlindungan hak cipta secara internasional terdiri dari 2 konvensi yaitu Berner Convention dan Universal Copyright Convention.

Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konvensi diartikan sebagai Permufakatan atau kesepakatan (terutama mengenai adat, tradisi) dan Perjanjian antarnegara, para penguasa pemerintahan. Secara umum konvensi merupakan suatu bentuk kebiasaan dan terpelihara dalam praktek serta tidak bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dalam konteks hukum internasional sebuah konvensi dapat berupa perjanjian internasional tertulis yang tunduk pada ketentuan hukum kebiasaan internasional, yurisprudensi atau prinsip hukum umum. Sebuah konvensi internasional dapat diberlakukan di Indonesia, setelah terlebih dahulu melalui proses ratifikasi yang dilakukan oleh DPR. Definisi Konvensi atau pengertian hukum dasar yang tidak tertulis adalah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan Negara meskipun sifatnya tidak tertulis. Konvensi ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : 1. Merupakan kebiasaan yang berulang kali dan terpelihara dalam praktek penyelenggarannya 2. Tidak bertentangan dengan Undang-undang Dasar dan berjalan sejajar 3. Diterima oleh seluruh rakyat 4. Bersifat sebagai pelengkap, sehingga memungkinkan sebagai aturan-aturan dasar yang tidak terdapat dalam Undang-undang Dasar. Perlindungan hak cipta secara domestik saja tidaklah cukup dan kurang membawa arti atau manfaat bagi menumbuhkan kreativitas para pencipta. Karena suatu upaya untuk mendorong kemajuan dibidang karya cipta ini tentu sangat berarti jika perlindungan itu dijamin disetiap saat dan tempat, sehingga kepastian hukum yang diharapkan itu benar-benar diperoleh. Perlindungan hak cipta secara internasional. Perlindungan hak cipta secara internasional terdiri dari 2 konvensi yaitu Berner Convention dan Universal Copyright Convention.

Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konvensi diartikan sebagai Permufakatan atau kesepakatan (terutama mengenai adat, tradisi) dan Perjanjian antarnegara, para penguasa pemerintahan. Secara umum konvensi merupakan suatu bentuk kebiasaan dan terpelihara dalam praktek serta tidak bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dalam konteks hukum internasional sebuah konvensi dapat berupa perjanjian internasional tertulis yang tunduk pada ketentuan hukum kebiasaan internasional, yurisprudensi atau prinsip hukum umum. Sebuah konvensi internasional dapat diberlakukan di Indonesia, setelah terlebih dahulu melalui proses ratifikasi yang dilakukan oleh DPR. Definisi Konvensi atau pengertian hukum dasar yang tidak tertulis adalah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan Negara meskipun sifatnya tidak tertulis. Konvensi ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : 1. Merupakan kebiasaan yang berulang kali dan terpelihara dalam praktek penyelenggarannya 2. Tidak bertentangan dengan Undang-undang Dasar dan berjalan sejajar 3. Diterima oleh seluruh rakyat 4. Bersifat sebagai pelengkap, sehingga memungkinkan sebagai aturan-aturan dasar yang tidak terdapat dalam Undang-undang Dasar. Perlindungan hak cipta secara domestik saja tidaklah cukup dan kurang membawa arti atau manfaat bagi menumbuhkan kreativitas para pencipta. Karena suatu upaya untuk mendorong kemajuan dibidang karya cipta ini tentu sangat berarti jika perlindungan itu dijamin disetiap saat dan tempat, sehingga kepastian hukum yang diharapkan itu benar-benar diperoleh. Perlindungan hak cipta secara internasional. Perlindungan hak cipta secara internasional terdiri dari 2 konvensi yaitu Berner Convention dan Universal Copyright Convention.

Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ
          Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konvensi diartikan sebagai Permufakatan atau kesepakatan (terutama mengenai adat, tradisi) dan Perjanjian antarnegara, para penguasa pemerintahan. Secara umum konvensi merupakan suatu bentuk kebiasaan dan terpelihara dalam praktek serta tidak bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dalam konteks hukum internasional sebuah konvensi dapat berupa perjanjian internasional tertulis yang tunduk pada ketentuan hukum kebiasaan internasional, yurisprudensi atau prinsip hukum umum. Sebuah konvensi internasional dapat diberlakukan di Indonesia, setelah terlebih dahulu melalui proses ratifikasi yang dilakukan oleh DPR. Definisi Konvensi atau pengertian hukum dasar yang tidak tertulis adalah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan Negara meskipun sifatnya tidak tertulis. Konvensi ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : 
1. Merupakan kebiasaan yang berulang kali dan terpelihara dalam praktek penyelenggarannya 
2. Tidak bertentangan dengan Undang-undang Dasar dan berjalan sejajar 
3. Diterima oleh seluruh rakyat 
4. Bersifat sebagai pelengkap, sehingga memungkinkan sebagai aturan-aturan dasar yang tidak terdapat  dalam Undang-undang Dasar.
 
Hasil gambar untuk konvensi-konvensi internasional
Hasil gambar untuk konvensi-konvensi internasional
         Perlindungan hak cipta secara domestik saja tidaklah cukup dan kurang membawa arti atau manfaat bagi menumbuhkan kreativitas para pencipta. Karena suatu upaya untuk mendorong kemajuan dibidang karya cipta ini tentu sangat berarti jika perlindungan itu dijamin disetiap saat dan tempat, sehingga kepastian hukum yang diharapkan itu benar-benar diperoleh. Perlindungan hak cipta secara internasional. Perlindungan hak cipta secara internasional terdiri dari 2 konvensi yaitu Berner Convention dan Universal Copyright Convention.

A. Berner Convention atau Konvensi Berner
     Konvensi ini merupakan persetujuan internasional mengenai hak cipta, pertama kali disetujui di Bern, Swiss pada tahun 1886. Konvensi Bern mengikuti langkah Konvensi Paris pada tahun 1883, yang dimana kedua badan tersebut bergabung menjadi Biro Internasional Bersatu untuk perlindungan kekayaan intelektual di Bern pada tahun 1893. Konvensi Bern direvisi di Parispada tahun 1896 dan di Berlin pada tahun 1908, kemudian diselesaikan di Bern pada tahun 1914. Konvensi Bern direvisi kembali di Roma pada tahun 1928, di Brussels pada tahun 1948, di Stockholm pada tahun 1967 dan di Paris pada tahun 1971, dan diubah kembali pada tahun 1979.
     Pada Januari 2006, terdapat 160 negara anggota konvensi Bern. Konvensi Bern mewajibkan negara-negara yang menandatanganinya melindungi hak cipta dari karya-karya para pencipta dari negara-negara lain yang ikut menandatanganinya (yaitu negara-negara yang dikenal sebagai Uni Bern), seolah-olah mereka adalah warga negaranya sendiri. Konvensi Bern bukanlah sekedar persetujuan tentang bagaimana hak cipta harus diatur di negara-negara anggotanya, melainkan menetapkan serangkaian tolak ukur minimum yang harus dipenuhi oleh undang-undang hak cipta dari masing-masing negara.
    Hak cipta dibawah Konvensi Bern bersifat otomatis, tidak membutuhkan pendaftaran secara eksplisit. Konvensi Bern menyatakan bahwa semua karya, kecuali fotografi dan sinematografi, akan dilindungi sekurang-kurangnya selama 50 tahun setelah si pembuatnya meninggal dunia, namun masing-masing negara anggotanya bebas untuk memberikan perlindungan untuk jangka waktu yang lebih lama. Untuk fotografi, Konvensi Bern menetapkan batas minimum selama 25 tahun sejak tahun foto tersebut dibuat, dan untuk sinematografi batas minimumnya adalah 50 tahun sejak pertunjukan pertamanya, atau 50 tahun setelah pembuatannya apabila film tersebut tidak pernah dipertunjukan dalam waktu 50 tahun sejak pembuatannya.
     Meskipun Konvensi Bern menyatakan bahwa undang-undang hak cipta dari negara yang melindungi suatu karya tertentu akan diberlakukan, ayat 7.8 menyatakan bahwa "kecuali undang-undang dari negara itu menyatakan hal yang berbeda, maka masa perlindungan itu tidak akan melampaui masa yang ditetapkan dari negara asal dari karya itu", artinya si pengarang biasanya tidak berhak mendapatkan perlindungan yang lebih lama di luar negeri daripada di negeri asalnya, meskipun misalnya undang-undang di luar negeri memberikan perlindungan yang lebih lama.
      Objek perlindungan hak cipta dalam konvensi ini adalah: karya-karya sastra dan seni yang meliputi segala hasil bidang sastra, ilmiah dan kesenian dalam cara atau bentuk pengutaraan apapun. Suatu hal yang terpenting dalam konvensi bern adalah mengenai perlindungan hak cipta yang diberikan terhadap para pencipta atau pemegang hak. Perlindungan diberikan pencipta dengan tidak menghiraukan apakah ada atau tidaknya perlindungan yang diberikan. Perlindungan yang diberikan adalah bahwa sipencipta yang tergabung dalam negara-negara yang terikat dalam konvensi ini memperoleh hak dalam luas dan berkerjanya disamakan dengan apa yang diberikan oleh pembuat undang-undang dari negara peserta sendiri jika digunakan secara langsung perundang-undanganya terhadap warga negaranya sendiri. Pengecualian diberikan kepada negara berkembang (reserve). Reserve ini hanya berlaku terhadap negara-negara yang melakukan ratifikasi dari protocol yang bersangkutan. Negara yang hendak melakukan pengecualian yang semacam ini dapat melakukannya demi kepentingan ekonomi, social, atau cultural.
       Keikutsertaan suatu negara sebagai anggota Konvensi Barn, menimbulkan kewajiban negara peserta untuk menerapkan dalam perundang-undangan nasionalnya di bidang hak cipta, tiga prinsip dasar yang dianut Konvensi Bern memberi 3 prinsip:
 a. Prinsip National Treatment. Ciptaan yang berasal dari salah satu negara peserta perjanjian (yaitu ciptan seorang warga negara, negara peserta perjanjian, atau suatu ciptaan yang pertama kali diterbitkan di salah satu negara peserta perjanjian) harus mendapat perlindungan hukum hak cipta yang sama seperti diperoleh ciptaan seorang pencipta warga negara sendiri.
 b. Prinsip Automatic Protection. Pemberian perlindungan hukum harus diberikan secara langsung tanpa harus memeruhi syarat apapun (must not be upon complience with any formality).
c. Prinsip Independence of Protection. Suatu perlindungan hukum diberikan tanpa harus bergantung kepada pengaturan perlindungaan hukum negara asal pencipta. 
      Mengenai pengaturan standar-standar minimum perlindungan hukum ciptaan-ciptaan, hak-hak pencipta, dan jangka waktu perlindungan yang diberikan, pengaturannya adalah: 
1) Ciptaan yang dilindungi adalah semua ciptaan di bidang sastra, ilmu pengetahuan, dan seni dalam bentuk apapun perwujudannya. 
2) Kecuali jika ditentukan dengan cara reservasi (reservation), pembatasan (limitation), atau pengecualian (exception) yang tergolong sebagai hak-hak ekskluisif:
 i. Hak untuk menterjemahkan. 
ii. Hak mempertunjukkan di mukaa umum ciptaan drama, drama musik, dan ciptaan music.
 iii. Hak mendeklarasikan (to recite) di muka umum suatu ciptaan sastra. 
iv. Hak penyiaran (broadcast).
v. Hak membuat reproduksi dengan cara dan bentuk perwujudan apapun. 
vi. Hak Menggunakan ciptaanya sebagai bahan untuk ciptaan audiovisual.
 vii. Hak membuat aransemen (arrangements) dan adapsi (adaptations) dari suatu ciptaan. Konvensi Bern juga mengatur sekumpulan hak yang dinamakan hak-hak moral (”droit moral”), hak pencipta untuk mengkluim sebagai pencipta suatu ciptaan dan hak pencipta untuk mengarjukan keberatan terhadap setiap perbuatan yang bermaksud mengubah, mengurangi, atau menambah keaslian ciptaannya yang dapat merugikan kehormatan dan reputasi pencipta.
B. Universal Copyright Convention (UCC)
       Konvensi Internasional Hak Cipta (Univesal Copyright Convention) diselenggarakan pada tahun 1952 yang ditandatangani di Geneva. Konvensi ini direvisi kembali di Paris pada tahun 1971, menentukan secara umum lamanya perlindungan hak cipta tidak boleh kurang dari selama hidup pencipta dan 25 (dua puluh lima) tahun setelah meninggal dunia. Pada ayat (2b) disebutkan bahwa perlindungan hak cipta bisa didasarkan pada saat pertama diumumkan atau didaftarkan. Lamanya perlindungan tidak boleh kurang dari 25 (dua puluh lima) tahun mulai pada saat pengumuman atau pendaftaran karya cipta tersebut.
    Konvensi Internasional Hak Cipta (Universal Copyright Convention) pada pasal 4 ayat (3), memberikan ketentuan khusus lamanya perlindungan untuk karya cipta tertentu, yaitu bidang fotografi dan seni pakai (applied art). Lamanya jangka waktu perlindungan bisa disesuaikan dengan lamanya perlindungan untuk bidang pekerjaan artistik (artistic work), atau paling minimal tidak boleh kurang dari 10 (sepuluh) tahun.
      Konvensi ini merupakan suatu hasil kerja PBB melalui sponsor UNESCO untuk mengakomodasikan dua aliran falsafah berkaitan dengan hak cipta yang berlaku di kalangan masyarakat inrernasional. Di satu pihak ada sebagian angota masyarakat internasional yang menganut civil law system, berkelompok keanggotaannya pada Konvensi Bern, dan di pihak lain ada sebagian anggota masyarakat internasional yang menganut common law system berkelompok pada Konvensi-Konvensi Hak Cipta Regional yang terutama berlaku di negara-negara Amerika Latin dan Amerika serikat. Untuk menjembatani dua kelompok yang berbeda sistem pengaturan tentang hak cipta ini, PBB melalai UNESCO menciptakan suatu kompromi yang merupakan: “A new common dinamisator convention that was intended to establist a minimum level of international copyright relations throughout the world, without weakening or supplanting the Bern Convention”. Pada 6 September 1952 untuk memenuhi kepatuhan adanya suatu Common Dinaminator Convention lahirlah Universal Copyright Convention (UCC) yang ditandalangani di Geneva kemudian ditindaklanjuti dengan 12 ratifikasi yang diperlukan untuk berlakunya pada 16 September 1955. 
Ketentuan-ketentuan yang ditetapkan menurut Pasal 1 konvensi antara lain: 
1. Adequate and Effective Protection. Menurut Pasal I konvensi setiap negara peserta perjanjian berkewajiban memberikan perlindungan hukum yang memadai dan efektif terhadap hak-hak pencipta dan pemegang hak cipta. 
2. National Treatment. Pasal II menetapkan bahwa ciptaan-ciptaan yang diterbitkan oleh warga negara dari salah satu negara peserta perjanjian dan ciptaan-ciptaan yang diterbitkan pertama kali di salah satu negara peserta perjanjian, akan meemperoleh perlakuan perlindungan hukum hak cipta yang sama seperti diberikan kepada warga negaranya sendiri yang menerbitkan untuk pertama kali di negara tempat dia menjadi warga negara. 
3. Formalities. Pasaf III yang merupakan manifestasi kompromistis dari UUC terhadap dua aliran falsafah yang ada, menetapkan bahwa suatu negara peserta perjanjian yang menetapkan dalam perundang-undangan nasionalnya syarat-syarat tertentu sebagai formalitas bagi timbulnya hak cipta, seperti wajib simpan (deposit), pendaftaran (registration), akta notaries (notarial certificates) atau bukti pembayaran royalty dari penerbit (payment of fee), akan dianggap rnerupakan bukti timbulnya hak cipta, dengan syarat pada ciptaan bersangkutan dibubuhkan tanda C dan di belakangnya tercantum nama pemegang hak cipta kemudian disertai tahun penerbitan pertama kali. 
4. Duration of Protection. Pasal IV, suatu jangka waktu minimum sebagi ketentuan untuk perlindungan hukum selama hidup pencipta ditambah paling sedikit 25 tahun setelah kematian pencipta. 
5. Translations Rights. Pasal V, hak cipta mencakup juga hak eksklusif pencipta untuk membuat, penerbitkan, dan memberi izin untuk menerbitkan suatu terjemahan dari ciptaannya. Namun setelah tujuh tahun terlewatkan, tanpa adana penerjemahan yang, dilakukan oleh pencipta, negara peserta konvensi dapat memberikan hak penerjemahan kepada warga negaranya dengan memenuhi syarat-syarat seperti ditetapkan konvensi. 
6. Juridiction of the international Court of Justice. Pasal XV, suatu sengketa yang timbul antara dua atau lebih negara anggota konvensi mengenai penafsiran atau pelaksanaan konvensi, yang tidak dapat diselesaikan dengan musyawarah dan mufakat. dapat diajukan ke muka Mahkamah lnternasional untuk dimintakan penyelesaian sengketa yang diajukan kecuali jika pihak-pihak yang bersengketa bersepakat untuk memakai cara lain. 
7. Bern Safeguard Clause. Pasal XVII UCC beserta appendix merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari pasal ini, merupakan salah satu sarana penting untuk pemenuhau kebutuhan ini. Konvensi bern menganut dasar falsafah eropa yang mengaggap hak cipta sebagai hak alamiah dari pada si pencipta pribadi, sehingga menonjolkan sifat individualis yang memberikan hak monopoli. 
       Sedangkan Universal Copyright Convention mencoba untuk mempertemukan antara falsafah eropa dan amerika. Yang memandang hak monopoli yang diberikan kepada si pencipta diupayakan pula untuk memperhatikan kepentingan umum. Universal Copyright Convention mengganggap hak cipta ditimbulkan oleh karena adanya ketentuan yang memberikan hak seperti itu kepada pencipta. Sehingga ruang lingkup dan pengertian hak mengenai hak cipta itu dapat ditentukan oleh peraturan yang melahirkan hak tersebut.

C. Konvensi-Konvensi Tentang HAKI
       Paris Treaty merupakan lanjutan dari Kongres Wina pada tahun 1873 di Wina. Konvensi ini merupakan rancangan akhir yang mengusulkan sebuah serikat internasional untuk perlindungan aset industri yang disipkan di Perancis, dan dikirim oleh pemerintah Perancis ke negara lain bersama undangan untuk menghadiri konferensi internasional pada tahun 1880 di Paris. Konferensi itu mengadopsi rancangan konvensi yang terkandung dalam esensi ketentuan substantif hari ini masih merupakan fitur utama dari Konvensi Paris.
        Ketentuan-ketentuan dalam Konvensi Paris dibagi menjadi kategori utama : Pertama, berisi aturan hukum   substantif yang menjamin hak dasar yang dikenal sebagai hak kesamaan status di setiap negara anggota; Kedua, berisi menetapkan hak dasar lain yang dikenal sebagai hak prioritas; Ketiga, mendefinisikan sejumlah aturan umum di bidang hukum substantif, baik aturan menetapkan hak dan kewajiban perseorangan dan badan hukum atau aturan-aturan yang membutuhkan atau mengizinkan negara-negara anggota untuk memberlakukan undang-undang berikut aturan; Keempat, adanya kerangka administrasi yang telah dibentuk untuk menerapkan konvensi. Konvensi Paris disahkan dan dituangkan dengan nama Paris Convention or the Protection of Industrial Property.
       Secara umum, Konvensi Paris mengatur hak kekayaan intelektual negara diakses bagi warga negara pihak negara-negara lain untuk konvensi, yang memungkinkan tingkat perlindungan yang sama dan solusi hukum yang sama terhadap pelanggaran. Arti Konvensi Paris bagi rezim perlindungan hak cipta atau HAKI di dunia yaitu sebagai dasar legal global pertama yang berfokus pada perlindungan hak kepemilikan atau hak cipta.
         Konvensi-konvensi lainnya tentang HAKI seperti World Intellectual Property Organization (WIPO) yang terbentuk pada tanggal 14 Juli 1967 di Stockholm. Badan ini merupakan salah satu badan khusus PBB yang dibentuk dengan tujuan untuk mendorong kreativitas dan memperkenalkan perlindungan kekayaan intelektual ke seluruh dunia. Pada dasarnya, WIPO didirikan untuk melindungi hak cipta dan kebudayaan yang dimiliki oleh negara-negara anggota PBB. Adapun tugas-tugas WIPO dalam bidang HAKI, antara lain mengurus kerjasama administrasi pembentukan perjanjian atau traktat internasional dalam rangka perlindungan hak kekayaan intelektual, mengembangkan dan melindungi hak kekayaan intelektual di seluruh dunia, mengadakan kerjasama dengam organisasi internasional lainnya, memberikan bantuan teknik kepada negara-negara berkembang, serta mengumpulkan dan menyebarluaskan informasi.
       Contoh konvensi berikutnya yaitu Trade Related Aspect Intellectual Property Rights (TRIPs) sebagai instrumen hukum pengelolaan hak kekayaan intelektual dunia sebenanya tidak terlepas dari pelaksanaan Uruguay Round pada tahun 1990. TRIPs ini adalah puncak dari lobi intens oleh Amerika Serikat yang juga didukung oleh Uni Eropa, Jepang, dan negara maju lainnya. Ketentuan substantif TRIPs ini dalam hak kekayaan intelektual di bidang industri seperti hak paten, ketentuan merek dagang, nama dagang, modal utilitas, desain industri dan persaingan tidak sehat lainnya yang diadopsi dari Konvensi Paris. Sedangkan untuk perlindungan seperti karya sastra dan seni, TRIPs lebih banyak mengadopsi persetujuan Bern. Dalam praktiknya, TRIPs mewajibkan setiap negara anggotanya untuk memberikan perlindungan yang kuat terhadap hak kekayaan intelektual.
    Adapun tujuan dan prinsip dari TRIPs antara lain mengurangi penyimpangan dan hambatan bagi perdagangan internasional, menjamin bahwa tindakan dan prosedur untuk menegakkan hak kekayaan intelektual tidak menjadi kendala bagi perdagangan yang sah. Selain itu, tujuan dan prinsip lainnya adalah mendukung motivasi, alih dan teknologi untuk keuntungan bersama antara produsen dan pengguna pengetahuan teknologi dengan cara yang kondusif bagi kesejahteraan sosial dan ekonomi, serta keseimbangan antara hak dan kewajiban.
 
CONTOH KASUS Contoh hukum internasional yang akan diurai melalui artikel ini adalah beberapa contoh peraturan dalam hukum internasional. Seperti yang telah dijelaskan dalam artikel dari kami yang sebelumnya bahwa hukum internasional merupakan bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas yang ruang lingkupnya internasional (lintas Negara). Sehubungan dengan hal tersebut maka terdapat beberapa peraturan hukum internasional yang dapat dijelaskan sebagai contoh hukum internasional, diantaranya adalah Piagam PBB, Piagam Mahkamah Internasional (International Court of Justice), Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tanggal 18 September 2000 tentang Deklarasi Milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan lain sebagainya. Contoh Hukum Internasional bidang HAM Contoh hukum internasional yang pertama adalah deklarasi universal hak asasi manusia. Deklarasi universal terhadap hak asasi manusia ini diselenggarakan di Kota San Fransisco, Amerika Serikat pada tanggal 10 Desember 1948. Deklarasi universal terhadap hak asasi manusia tersebut merupakan dokumen tertulis pertama mengenai hak asasi manusia yang diterima oleh semua negara. Oleh karena itu, majelis umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut deklarasi HAM Universal tahun 1948 sebagai pencapaian standar bersama bagi semua orang dan bangsa di dunia. Deklarasi universal terhadap hak asasi manusia ini kemudian menjadi nafas dan inspirasi bagi semua instrumen hukum internasional yang terkait dengan Hak Asasi Manusia. Dokumen deklarasi universal terhadap hak asasi manusia tahun 1948 menjadi acuan pokok dalam penyusunan dua pilar utama hukum internasional yang terkait dengan Hak Asasi Manusia, yakni Konvensi Internasional Mengenai Hak-Hak Sipil dan Politik Tahun 1966 dan Konvensi Internasional Mengenai Hak-Hak Sosial, Ekonomi dan Budaya tahun 1966. Selanjutnya dapat disebutkan beberapa contoh hukum internasional yang berkaitan dengan hak asasi manusia, antara lain: Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights), Konvensi Genosida (Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide), Konvensi Menentang Penyiksaan (Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment), Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminsasi Rasial (International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination), Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women), Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child), Konvensi Mengenai Status Pengungsi (Convention relating to the Status of Refugees), dan masih banyak lagi yang lainnya. Beberapa contoh hukum internasional yang disebutkan diatas merupakan contoh hukum internasional yang berkaitan dengan hak asasi manusia. Selain yang berkaitan dengan hak asasi manusia, contoh hukum internasional juga dapat kita lihat pada bidang lainnya. Contoh Hukum Internasional Bidang Lingkungan Hidup Contoh hukum internasional di bidang lingkungan hidup relatif banyak. Dewasa ini jumlah perjanjian internasional di bidang lingkungan hidup, baik yang sifatnya mulitirateral atau bilateral dan regional maupun global telah berkembang hingga mencapai 300 jenis. Bahka dalam world bank report 1995, disebutkan bahwa telah terdapat lebih dari 700 perjanjian internasional multirateral dan 1000 perjanjian internasional bilateral yang didesain untuk mengatur permasalahan terkait dengan bidang lingkungan hidup, baik dalam bentuk konvensi, protocol maupun amandemen. Beberapa contoh hukum internasional terkait dengan bidang lingkungan hidup adalah Konvensi PBB mengenai Hukum Laut Tahun 1982, Konvensi Perlindungan Lapisan Ozon Tahun 1985, Konvensi PBB mengenai Perubahan Iklim Tahun 1992, Konvensi PBB mengenai Keanekaragaman Hayati (United Nations Convention on the Biological Diversity/UNCBD), Konvensi Stockholm mengenai Persistens Organic Pollutans (POPs) dan lain sebagainya. Contoh Hukum Internasional Yang Berkaitan Dengan Perang Beberapa contoh hukum internasional yang berkaitan dengan perang diantaranya adalah The Fourth Geneva Convention Relative to the Protection of Civilian Persons in Time of War of 12 August 1949, Protocol Additional to the Geneva Conventions of 12 August 1949, and relating to the Protection of Victims of Non-International Armed Conflicts (Protocol II), 8 June 1997 dan Rome Statute of the International Criminal Court. Ketentuan mengenai hukum perang sebagaimana diatur dalam The Fourth Geneva Convention Relative to the Protection of Civilian Persons in Time of War of 12 August 1949 mengikat juga untuk diberlakukan di Negara Indonesia, oleh karena Negara Indonesia telah menjadi anggota Geneva Conventions 1949 sebagaimana diratifikasi melalui Undang-Undang No. 59 Tahun 1958 tentang Ikut Serta Negara Republik Indonesia dalam Seluruh Konvensi Jenewa Tanggal 12 Agustus 1949. Penutup Sebenarnya contoh hukum internasional dapat kita temukan di hampir seluruh bidang kehidupan masyarakat. Jumlahnya cukup banyak dan tidak sempat dijelaskan disini, diantaranya terdapat contoh hukum internasional bidang perburuhan yakni Konvensi Organisasi Buruh Internasional No. 182 tahun 1999 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera untuk Menghapus Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk bagi Anak. Kemudian ada pula contoh hukum internasional di bidang ekonomi, sosial dan budaya yakni Kovenan Internasional Tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Tidak semua contoh hukum internasional tersebut berlaku di Negara Indonesia, hanya peraturan tertentu saja yang diratifikasi melalui peraturan perundang-undangan yang diberlakukan di Negara Indonesia. SUMBER http://www.menlh.go.id/konvensi-internasional-tentang-merkuri-2013/ http://id.shvoong.com/law-and-politics/public-administrations/2116871-pengertian-konvensi/ http://www.bphn.go.id/data/documents/naskah_akademik_ruu_tentang_hak_kekayaan_industri.pdf http://www.menlh.go.id/indonesia-berperan-dalam-pertemuan-internasional-tentang pengaturan-pergerakan-limbah-b3-dan-b3-konvensi-basel-konvensi-rotterdam-dan konvensi-stockholm/ http://statushukum.com/contoh-hukum-internasional.html http://id.shvoong.com/law-and-politics/public-administrations/2116871-pengertian konvensi /#ixzz2UqtAFAC6 http://henmedya.staff.gunadarma.ac.id

Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ
 CONTOH KASUS Contoh hukum internasional yang akan diurai melalui artikel ini adalah beberapa contoh peraturan dalam hukum internasional. Seperti yang telah dijelaskan dalam artikel dari kami yang sebelumnya bahwa hukum internasional merupakan bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas yang ruang lingkupnya internasional (lintas Negara). Sehubungan dengan hal tersebut maka terdapat beberapa peraturan hukum internasional yang dapat dijelaskan sebagai contoh hukum internasional, diantaranya adalah Piagam PBB, Piagam Mahkamah Internasional (International Court of Justice), Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tanggal 18 September 2000 tentang Deklarasi Milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan lain sebagainya. 
       Contoh Hukum Internasional bidang HAM Contoh hukum internasional yang pertama adalah deklarasi universal hak asasi manusia. Deklarasi universal terhadap hak asasi manusia ini diselenggarakan di Kota San Fransisco, Amerika Serikat pada tanggal 10 Desember 1948. Deklarasi universal terhadap hak asasi manusia tersebut merupakan dokumen tertulis pertama mengenai hak asasi manusia yang diterima oleh semua negara. Oleh karena itu, majelis umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut deklarasi HAM Universal tahun 1948 sebagai pencapaian standar bersama bagi semua orang dan bangsa di dunia. Deklarasi universal terhadap hak asasi manusia ini kemudian menjadi nafas dan inspirasi bagi semua instrumen hukum internasional yang terkait dengan Hak Asasi Manusia. Dokumen deklarasi universal terhadap hak asasi manusia tahun 1948 menjadi acuan pokok dalam penyusunan dua pilar utama hukum internasional yang terkait dengan Hak Asasi Manusia, yakni Konvensi Internasional Mengenai Hak-Hak Sipil dan Politik Tahun 1966 dan Konvensi Internasional Mengenai Hak-Hak Sosial, Ekonomi dan Budaya tahun 1966. 
       Selanjutnya dapat disebutkan beberapa contoh hukum internasional yang berkaitan dengan hak asasi manusia, antara lain: Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights), Konvensi Genosida (Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide), Konvensi Menentang Penyiksaan (Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment), Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminsasi Rasial (International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination), Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women), Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child), Konvensi Mengenai Status Pengungsi (Convention relating to the Status of Refugees), dan masih banyak lagi yang lainnya. Beberapa contoh hukum internasional yang disebutkan diatas merupakan contoh hukum internasional yang berkaitan dengan hak asasi manusia. Selain yang berkaitan dengan hak asasi manusia, 
     Contoh hukum internasional juga dapat kita lihat pada bidang lainnya. Contoh Hukum Internasional Bidang Lingkungan Hidup Contoh hukum internasional di bidang lingkungan hidup relatif banyak. Dewasa ini jumlah perjanjian internasional di bidang lingkungan hidup, baik yang sifatnya mulitirateral atau bilateral dan regional maupun global telah berkembang hingga mencapai 300 jenis. Bahka dalam world bank report 1995, disebutkan bahwa telah terdapat lebih dari 700 perjanjian internasional multirateral dan 1000 perjanjian internasional bilateral yang didesain untuk mengatur permasalahan terkait dengan bidang lingkungan hidup, baik dalam bentuk konvensi, protocol maupun amandemen. Beberapa contoh hukum internasional terkait dengan bidang lingkungan hidup adalah Konvensi PBB mengenai Hukum Laut Tahun 1982, Konvensi Perlindungan Lapisan Ozon Tahun 1985, Konvensi PBB mengenai Perubahan Iklim Tahun 1992, Konvensi PBB mengenai Keanekaragaman Hayati (United Nations Convention on the Biological Diversity/UNCBD), Konvensi Stockholm mengenai Persistens Organic Pollutans (POPs) dan lain sebagainya.
        Contoh Hukum Internasional Yang Berkaitan Dengan Perang Beberapa contoh hukum internasional yang berkaitan dengan perang diantaranya adalah The Fourth Geneva Convention Relative to the Protection of Civilian Persons in Time of War of 12 August 1949, Protocol Additional to the Geneva Conventions of 12 August 1949, and relating to the Protection of Victims of Non-International Armed Conflicts (Protocol II), 8 June 1997 dan Rome Statute of the International Criminal Court. Ketentuan mengenai hukum perang sebagaimana diatur dalam The Fourth Geneva Convention Relative to the Protection of Civilian Persons in Time of War of 12 August 1949 mengikat juga untuk diberlakukan di Negara Indonesia, oleh karena Negara Indonesia telah menjadi anggota Geneva Conventions 1949 sebagaimana diratifikasi melalui Undang-Undang No. 59 Tahun 1958 tentang Ikut Serta Negara Republik Indonesia dalam Seluruh Konvensi Jenewa Tanggal 12 Agustus 1949. 
       Penutup Sebenarnya contoh hukum internasional dapat kita temukan di hampir seluruh bidang kehidupan masyarakat. Jumlahnya cukup banyak dan tidak sempat dijelaskan disini, diantaranya terdapat contoh hukum internasional bidang perburuhan yakni Konvensi Organisasi Buruh Internasional No. 182 tahun 1999 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera untuk Menghapus Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk bagi Anak. 
           Kemudian ada pula contoh hukum internasional di bidang ekonomi, sosial dan budaya yakni Kovenan Internasional Tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Tidak semua contoh hukum internasional tersebut berlaku di Negara Indonesia, hanya peraturan tertentu saja yang diratifikasi melalui peraturan perundang-undangan yang diberlakukan di Negara Indonesia. 
 
 
Referensi:
http://www.menlh.go.id/konvensi-internasional-tentang-merkuri-2013/
http://id.shvoong.com/law-and-politics/public-administrations/2116871-pengertian-konvensi/ http://www.bphn.go.id/data/documents/naskah_akademik_ruu_tentang_hak_kekayaan_industri.pdf http://www.menlh.go.id/indonesia-berperan-dalam-pertemuan-internasional-tentang pengaturan-pergerakan-limbah-b3-dan-b3-konvensi-basel-konvensi-rotterdam-dan konvensi-stockholm/ 
http://statushukum.com/contoh-hukum-internasional.html http://id.shvoong.com/law-and-politics/public-administrations/2116871-pengertian konvensi /#ixzz2UqtAFAC6 http://henmedya.staff.gunadarma.ac.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar